Agribisnis Masa Kini
Agribisnis merupakan cara pandang baru terhadap dunia pertanian, pertanian yang semula dipandang sebagai propesi yang tidak menjanjikan kini berubah seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan khususnya di Indonesia. Pertanian yang semula dikategorikan "Miskin, dekil, kotor, bodoh", dengan adanya timbul kesadaran dari semua pihak akan pentingnya dunia pertanian bagi kelangsungan hidup manusia dan berdampak nyata terhadap keamanan dan ketahanan pangan negara, dengan sedemikian hingga pemerintah mulai mengeluarkan regulasi-regulasi yang pro terhadap pertanian. Seperti halnya pemerintah mencanangkan kebun nasional manggis dan durian yang sampai saat ini menjadi produk unggulan diantara produk lainnya yang berhasil menembus pasar dunia.
Dalam konteks Indonesia, petani memiliki tingkat kerentanan yang
cukup tinggi. Selain karena kepemilikan lahan yang sangat kecil serta lemahnya
akses terhadap berbagai input pertanian serta keterbatasan akses pada pasar dan
pengolahan hasil pertanian, petani juga memiliki pengetahuan dan ”know how”
yang sangat minim tentang strategi adaptasi produksi pertanian terhadap perubahan
iklim global. Tampaknya tidak mungkin bagi petani diharapkan mencari strategi
sendiri. Pemerintah sebagai penyedia public goods harus mampu mendukung
petani beradaptasi terhadap perubahan iklim global.
Keberhasilan program peningkatan produksi padi yang telah
mengantarkan Indonesia meraih swasembada beras pada tahun 1984 tidak dapat
dipisahkan dari implementasi berbagai program intensifikasi yang didukung oleh
teknologi Revolusi Hijau. Selain air irigasi, teknologi pemupukan, dan komponen
teknologi lainnya, Revolusi Hijau juga mengandalkan pengembangan varietas
unggul padi berdaya hasil tinggi (high yielding variety).
Di satu sisi, Revolusi Hijau telah berhasil meningkatkan
produksi padi secara meyakinkan. Di sisi lain, Revolusi Hijau memiliki beberapa
kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain:
1.
upaya peningkatan produksi padi lebih bertumpu pada
lahan sawah irigasi
2.
intensifikasi lebih diarahkan pada penggunaan input
tinggi,
3.
kelenturan terhadap cekaman lingkungan rendah,
4.
kelestarian sumber daya lahan dan lingkungan kurang
mendapat perhatian, dan
5.
sistem produksi belum mampu memberikan kesejahteraan secara
optimal kepada petani.
Perlunya Revolusi Hijau Baru atau Revolusi Hijau Lestari (Evergreen
Revolution) untuk memacu kembali laju peningkatan produksi pangan. Revolusi
Hijau Lestari menggunakan teknologi yang padat iptek sebagai instrumen utama.